Sebuah Hadits Dikatakan Sebagai Hadits Shahih?

Untuk mengetahui apakah sebuah hadits merupakan hadits shahih atau hadits daif diperlukan sebuah ilmu yang dikenal dengan ilmu mustholah hadits. Banyak kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama ahli hadits yang membahas tentang ilmu mustholah hadits ini.
 
Untuk menyederhanakan pembahasan agama, sering yang kita baca atau dengar dari sebuah hadits hanya matan/isi dari sebuah hadits, padahal sebenarnya para ulama ahli hadits meriwayatkan tidak hanya matan/isi akan tetapi juga sanad/periwayatan (urutan periwayatan hadits dari Rasulullah saw atau sahabat sampai kepada para ulama penulis hadits). Jadi dalam teks hadits yang lengkap terdiri dari 2 bagian: 
Dr. Mahmud Thahan dalam kitab beliau, Taisir Musthalah Hadits menjelaskan sarat-sarat sebuah hadits dihukumi sebagai hadits shahih.
  • Sanadnya tersambung, artinya setiap rawi mengambil haditsnya secara langsung dari orang di atasnya, dari awal sanad hingga akhir sanad
  • Adilnya para perawi, yaitu setiap periwayat harus: muslim, baligh, berakal, tidak fasik, dan tidak buruk tingkah lakunya
  • Dlabith, yaitu setiap rawi harus sempurna daya ingatnya, baik dalam hafalan atau catatan.
  • Tidak syadz, yaitu tidak menyilisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang lebih tsiqah 
  • Tidak ada illat, yakni haditsnya tidak cacat.
Sebagai contoh, sebuah hadits dalam Shahih Bukhari

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ فِي الْمَغْرِبِ بِالطُّورِ

Telah bercerita kepada kami Abdullah bin Yusuf, yang berkata telah mengkabarkan kepada kami Malik, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad bin Jabir bin Muth’im, dari bapaknya, yang berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw membaca surat At-Thur di waktu shalat maghrib” (HR. Bukhari, No 731)

Hadits diatas dihukumi sebagai hadits shahih karena:
  • Sanadnya tersambung, sebab masing-masing periwayat yang meriwayatkan telah mendengar haditsnya dari syaikhnya (gurunya). Sedangkan adanya 'an'anah yaitu Malik, Ibnu Syihab dan Ibnu Jabir termasuk bersambung karena mereka bukan mudallis
  • Para periwayat hadits diatas semuanya adil dan dlabith. Kriteria mengenai mereka (para perawi hadits) telah ditentukan oleh para ulama Jarh wa Ta’dhil, yaitu:
    -Abdullah bin Yusuf: orangnya tsiqah (terpercaya) dan mutqin (cermat)
    -Malik bin Anas: Imam sekaligus hafidz
    -Ibnu Syihab Az-Zuhri: orangnya faqih, hafidz, disepakati tentang ketinggian kedudukan dan kecermatannya
    -Muhammad bin Jabir: tsiqah
    -Jabir bin Muth’im: sahabat
  • Tidak syad, karena tidak bertentangan dengan perawi yang lebih kuat
  • Tidak ada illat (cacat) dalam hadits diatas
Untuk mengetahui keadilan dan kedlabithan para perawi dengan cara meneliti biografi mereka. Para ulama telah menulis biografi para perawi dalam kitab yang banyak, diantara kitab-kitab yang memuat biografi para perawi hadits yaitu:
  • Tarikh Kabir, karya Imam Bukhari. Kitab umum yang memuat para perawi tsiqah maupun yang dhaif 
  • Al-Jarh wa ta’dhil karya Ibnu Abi Hatim. Kitab umum yang memuat para perawi tsiqah maupun yang dhaif
  • Al-Kamil fi Asmair Rijal karya Abdul Ghani. Kitab ini membahas perawi hadits yang terdapat dalam kitab Kutubus Sittah
Ilmu Mustholah hadits hanya ada dalam agama Islam sehingga ajaran Islam dapat dijamin keasliannya secara ilmiah, alhamdulillah

Mudah-mudahan penjelasan ini tidak memuaskan sehingga pembaca semakin bersemangat untuk mengkaji lebih dalam 

Definisi Shahîh
Secara bahasa (etimologi), kata ﺢﻴﺤﺼﻟﺍ (sehat) adalah antonim dari kata ﻢﻴﻘﺴﻟﺍ (sakit). Bila diungkapkan terhadap badan, maka memiliki makna yang sebenarnya (haqiqi) tetapi bila diungkapkan di dalam hadits dan pengertian-pengertian lainnya, maka maknanya hanya bersifat kiasan (majaz).
Secara istilah (terminologi), maknanya adalah:
Hadits yang bersambung sanad (jalur transmisi) nya melalui periwayatan seorang periwayat yang ‘adil, Dlâbith, dari periwayat semisalnya hingga ke akhirnya (akhir 

jalur transmisi), dengan tanpa adanya syudzûdz (kejanggalan) dan juga tanpa ‘illat (penyakit)
Penjelasan Definisi
- Sanad bersambung : Bahwa setiap rangkaian dari para periwayatnya telah mengambil periwayatan itu secara langsung dari periwayat di atasnya (sebelumnya) dari permulaan sanad hingga akhirnya.
- Periwayat Yang ‘Adil : Bahwa setiap rangkaian dari para periwayatnya memiliki kriteria seorang Muslim, baligh, berakal, tidak fasiq dan juga tidak cacat maruah (harga diri)nya.
- Periwayat Yang Dlâbith : Bahwa setiap rangkaian dari para periwayatnya adalah orang-orang yang hafalannya mantap/kuat (bukan pelupa), baik mantap hafalan di kepala ataupun mantap di dalam tulisan (kitab)
- Tanpa Syudzûdz : Bahwa hadits yang diriwayatkan itu bukan hadits kategori Syâdz (hadits yang diriwayatkan seorang Tsiqah bertentangan dengan riwayat orang yang lebih Tsiqah darinya)
- Tanpa ‘illat : Bahwa hadits yang diriwayatkan itu bukan hadits kategori Ma’lûl (yang ada ‘illatnya). Makna ‘Illat adalah suatu sebab yang tidak jelas/samar, tersembunyi yang mencoreng keshahihan suatu hadits sekalipun secara lahirnya kelihatan terhindar darinya.
Syarat-Syaratnya
Melalui definisi di atas dapat diketahui bahwa syarat-syarat keshahihan yang wajib terpenuhi sehingga ia menjadi hadits yang Shahîh ada lima:
Pertama, Sanadnya bersambung
Ke-dua, Para periwayatnya ‘Adil
Ke-tiga, Para periwayatnya Dlâbith
Ke-empat, Tidak terdapat ‘illat
Ke-lima, tidak terdapat Syudzûdz
Bilamana salah satu dari lima syarat tersebut tidak terpenuhi, maka suatu hadits tidak dinamakan dengan hadits Shahîh.
Jumlah Hadits Yang Dimuat Di Dalam Kitab ash-Shahîhain
  • Di dalam Shahîh al-Bukhariy terdapat 7275 hadits termasuk yang diulang, sedangkan jumlahnya tanpa diulang sebanyak 4000 hadits.
  • Di dalam Shahîh Muslim terdapat 12.000 hadits termasuk yang diulang, sedangkan jumlahnya tanpa diulang sebanyak lebih kurang 4000 hadits juga. 
Pembagian hadits shahih kepada tujuh tingkatan: 
  • Hadits yang diriwayatkan secara sepakat oleh al-Bukhari dan Muslim (Ini tingkatan paling tinggi)
  • Hadits yang diriwayatkan secara tersendiri oleh al-Bukhari
  • Hadits yang dirwayatkan secara tersendiri oleh Muslim
  • Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan keduanya sedangkan keduanya tidak mengeluarkannya
  • Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan al-Bukhari sementara dia tidak mengeluarkannya
  • Hadits yang diriwayatkan berdasarkan persyaratan Muslim sementara dia tidak mengeluarkannya
  • Hadits yang dinilai shahih oleh ulama selain keduanya seperti Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibbân yang bukan berdasarkan persyaratan kedua imam hadits tersebut (al-Bukhari dan Muslim).
Pengertian Persyaratan asy-Syaikhân
    Sebenarnya, kedua imam hadits, al-Bukhari dan Muslim tidak pernah menyatakan secara jelas (implisit) perihal persyaratan yang disyaratkan atau ditentukan oleh mereka berdua sebagai tambahan atas persyaratan-persyaratan yang telah disepakati di dalam menilai hadits yang shahih pada pembahasan sebelumnya. Akan tetapi para ulama peneliti melalui proses pemantauan (follow up) dan analisis terhadap metode-metode yang digunakan oleh keduanya mendapatkan apa yang dapat mereka anggap sebagai persyaratan yang dikemukakan oleh keduanya atau salah seorang dari keduanya.
    Dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan persyaratan asy-Syaikhân atau salah satu dari keduanya adalah bahwa hadits tersebut hendaklah diriwayatkan dari jalur Rijâl (para periwayat) dari kedua kitab tersebut atau salah satu darinya dengan memperhatikan metode yang digunakan keduanya di dalam meriwayatkan hadits-hadits dari mereka.

Makna Kata “Muttafaqun ‘Alaih”
    Maksudnya adalah hadits tersebut disepakati oleh kedua Imam hadits, yaitu al-Bukhari dan Muslim, yakni kesepakatan mereka berdua atas keshahihannya, bukan kesepakatan umat Islam. Hanya saja, Ibn ash-Shalâh memasukkan juga ke dalam makna itu kesepakatan umat sebab umat memang sudah bersepakat untuk menerima hadits-hadits yang telah disepakati oleh keduanya. (‘Ulûm al-Hadîts:24)
 
Apakah Agar Dinilai Shahih, Hadits Tersebut Harus Merupakan Hadits ‘Azîz
    Hadits ‘Aziz adalah hadits yang diriwayatkan pada setiap level periwayatannya (thabaqat sanad) tidak kurang dari dua orang periwayat. Dalam hal ini, apakah agar suatu hadits dinyatakan shahih, maka syaratnya harus paling tidak diriwayatkan oleh tidak kurang dari dua periwayat pada setiap level periwayatannya?.
    Pendapat yang benar, bahwa hal itu tidak disyaratkan sebab di dalam kedua kitab shahih (ash-Shahîhain) dan selain keduanya juga terdapat hadits-hadits shahih padahal ia bukan hadits ‘Aziz itu, tetapi malah hadits Gharîb (yang diriwayatkan pada oleh seorang periwayat saja).
    Ada sementara kalangan ulama seperti ‘Ali al-Jubaiy, tokoh mu’tazilah dan al-Hâkim yang mengklaim hal itu namun pendapat mereka ini bertentangan dengan kesepakatan umat Islam.